RANAHSULTRA.COM – Kabupaten Muna adalah rumah bagi kekayaan alam yang melimpah, budaya yang luhur, dan masyarakat yang tangguh. Namun, di balik potensi besar itu, Muna juga menjadi saksi atas stagnasi pembangunan yang berkepanjangan.
Korupsi, nepotisme, dan kebijakan yang tidak berpihak pada rakyat telah menjadikan Muna seperti kapal yang berlayar tanpa arah. Pembangunan yang seharusnya menjadi pendorong kesejahteraan justru menjadi ajang eksploitasi kepentingan pribadi dan kelompok.
Salah satu contoh nyata adalah infrastruktur jalan yang hingga kini masih menjadi persoalan mendasar. Desa Wapuale, misalnya, menyimpan kekayaan laut yang luar biasa, namun akses transportasi yang minim membuat ekonomi di sana stagnan.
Nelayan kesulitan mendistribusikan hasil tangkapannya, petani kesulitan mengangkut hasil bumi, dan anak-anak sekolah harus berjuang melewati jalanan rusak setiap hari. Pemerintah berbicara tentang pembangunan inklusif, tetapi realitas di lapangan jauh dari kata merata.
Nepotisme yang mengakar telah menjadikan birokrasi di Muna sebagai klub eksklusif bagi segelintir orang. Proyek-proyek pembangunan sering kali diberikan bukan berdasarkan kebutuhan rakyat, melainkan kepada mereka yang memiliki koneksi politik.
Anggaran yang seharusnya digunakan untuk kesejahteraan rakyat malah bocor dalam praktik-praktik koruptif. Sementara itu, masyarakat terus dipaksa menerima kenyataan bahwa Muna tetap tertinggal dibandingkan daerah lain yang lebih progresif.
Bagaimana mungkin kita berbicara tentang kemajuan jika kebutuhan dasar seperti infrastruktur jalan masih menjadi barang mewah? Bagaimana mungkin kita berharap pada pemerataan pembangunan jika pejabat yang berkuasa hanya sibuk memperkaya diri dan kelompoknya?
Kabupaten Muna membutuhkan kepemimpinan yang berani memutus rantai korupsi dan nepotisme, yang benar-benar memahami kebutuhan rakyat dan bukan sekadar mencari keuntungan pribadi.
Kesatuan Pelajar Mahasiswa Muna Indonesia (KEPMMI) tidak akan tinggal diam melihat tanah kelahiran kita dibiarkan tertinggal. Pemerintah daerah harus bertanggung jawab atas mandeknya pembangunan.
Transparansi anggaran harus ditegakkan, dan proyek-proyek infrastruktur harus benar-benar diarahkan pada kepentingan rakyat. Kita tidak butuh janji manis atau seremonial yang hanya menjadi pemanis bibir—kita butuh tindakan nyata!
Kabupaten Muna bukan milik segelintir elite politik, bukan pula panggung bagi para oligarki lokal. Muna adalah milik seluruh masyarakatnya yang berhak mendapatkan kehidupan yang lebih baik.
Jika pemerintah tidak segera melakukan perubahan, maka perlawanan dari rakyat adalah sebuah keniscayaan. Kita tidak akan diam melihat masa depan Muna dirampas oleh segelintir orang yang hanya peduli pada kepentingan mereka sendiri.
Kini, Muna kembali melahirkan pemimpin baru yang telah sah dilantik 20 Februari kemarin. Harapan demi harapan dilimpahkan dipundaknya.
Akan tetapi, melihat Muna yang demikian butuh perhatian lebih. Maka sebagai Pemuda yang sadar dan peduli, Muna hari ini tidak hanya butuh kebijakan mereka yang duduk di atas akan tetapi juga butuh suara suara kritis dari bawah.
Penulis: Dikma Wulan Sari
Ketua Umum Kesatuan Pelajar Mahasiswa Muna Indonesia (KEPMMI) di Gorontalo