Indomaret di Halaman Masjid: Simbol Kapitalisme yang Menginjak Nalar dan Nurani

Opini246 Dilihat

Oleh : LA DAYAT (Mahasiswa biasa yang peduli dengan Daerahnya)


RANAHSULTRA.COM, OPINI – Kita sedang menyaksikan sesuatu yang jauh lebih menyakitkan daripada sekadar pembangunan toko waralaba. Di tengah kota Raha, tepat di pekarangan parkiran Masjid Baitul Makmur, berdiri fondasi yang tidak hanya menopang bangunan, tapi juga menyingkap bobroknya logika tata ruang, etika publik, dan keberpihakan kekuasaan. Ya, itu fondasi gerai Indomaret yang sedang dibangun tanpa rasa malu, seolah kota ini kekurangan tempat untuk menanam beton.

Pertanyaan mendasarnya sederhana: siapa yang memberi izin? Dan lebih penting lagi: atas dasar apa? Tapi seperti biasa, di negeri yang sudah lama terbiasa mempermainkan logika publik, pertanyaan seperti ini dijawab dengan bisik-bisik, rapat tertutup, dan tanda tangan diam-diam.

Baca juga : Pentingnya Pengelolaan Sampah yang Berkelanjutan di Kabupaten Muna

Masjid adalah tempat ibadah, tempat orang datang untuk menyucikan hati dan menenangkan jiwa. Lalu tiba-tiba, berdampingan dengannya muncul simbol kapitalisme ritel modern: Indomaret. Bukan hanya soal tempat yang tidak pantas, tapi juga soal pesan yang ingin ditanamkan bahwa bahkan ruang suci pun bisa dijual asal ada yang berani bayar.

Apakah para pengelola masjid tidak berpikir panjang? Apakah pemerintah daerah, khususnya Kecamatan Katobu, sudah benar-benar kehilangan arah dalam mengatur ruang publik? Atau jangan-jangan ini memang bagian dari permainan panjang untuk membuka jalan dominasi ritel modern yang akan menghancurkan ekonomi lokal sedikit demi sedikit?

Baca juga : Membaca Arah Gerakan Mahasiswa Masa Kini: Ketika Pragmatisme Meredupkan Daya Kritis

Pedagang kecil di Raha harus tahu: ini bukan sekadar gerai baru. Ini ancaman. Sekali satu toko modern berdiri di tempat sakral dan dibiarkan begitu saja, maka gerai-gerai lainnya akan menyusul. Ini awal dari eksodus ekonomi rakyat ke kantong-kantong konglomerat.

Dan jika masyarakat Muna diam saja, maka bersiaplah melihat masjid tak lagi menjadi pusat spiritual, tapi berubah jadi halaman parkir bisnis raksasa. Sebab hari ini Indomaret berdiri di samping masjid, siapa tahu besok giliran ATM, kafe waralaba, dan pusat perbelanjaan lain yang akan merambah lebih dalam.

Baca juga : Hari Buruh di Sultra, Peringatan Atas Ketidakadilan yang Terus Diabaikan

Ini saatnya bersuara. Ini saatnya masyarakat bertanya keras bukan hanya siapa yang memberi izin, tapi juga siapa yang diam dan membiarkan. Jangan biarkan ruang publik, apalagi ruang suci, dijadikan barang dagangan oleh mereka yang hanya tahu menghitung laba, tapi buta pada nilai dan etika.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *