RANAHSULTRA.COM – Matahari telah mampir ke barat. Sesekali mata ini sulit terpejam saat menatap di kejauhan sana. Tak jarang juga kata-kata ini sulit tuk sekedar terucapkan. Begitulah yang saya rasakan.
Suatu waktu saya berkunjung ke ujung selatan Muna, di desa Wadolao. Dari jarak yang sangat dekat saya menyaksikan desa yang penuh kesederhanaan itu. Anak-anak yang berjalan dengan kaki telanjang, rumah-rumah warga yang masih sederhana sekali, juga jalan raya yang masih status pengerasan, sungguh tidak dapat menyembunyikan kesan aslinya bahwa desa itu masih butuh uluran tangan pemerintah.
Baca juga : Danau Moko: Akuarium Alami di Pulau Muna
Saya terus memandangi di sekitar. Benar saja tidak ada pemancar/satelit telkomsel yang dibangun di situ. Pantas saja jaringan telkomsel sering lari-lari. Begitu juga penggunaan internet, masih jauh dari kenyataan yang sesungguhnya.
Dari fakta tersebut, kini yang kita butuhkan adalah perihal kemerdekaan. Desa Wadolao dan sekitarnya harus merdeka dan juga pantas untuk diusahakan segenap kemerdekaannya. Yang harus disentuh, yang harus didengarkan, yang harus diperjuangkan, adalah terpenuhinya hak-hak mereka secara total.
Di ujung selatan Muna kita bisa belajar banyak hal. Bahwa nasib desa-desa di ujung pulau Muna perlu diperhatikan. Jangan terlampau ada pembiaran sehingga desa terpencil tampak seperti rumah tak bertuan. Atau seperti perahu yang patah kemudi di tengah bentangan samudera yang penuh deburan ombak.