Ranahsultra.Com, Baubau, 17 Oktober 2025 – Suasana haru dan bahagia menyelimuti perayaan Hari Jadi Baubau ke-484 dan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-24 Kota Baubau sebagai daerah otonom. Berbeda dari tahun-tahun sebelumnya, puncak perayaan kali ini diwarnai dengan tradisi “Pekandeana Anaana Maelu” atau makan bersama 1.151 anak yatim dari seluruh penjuru Kota Baubau.
Acara yang diinisiasi oleh Walikota Baubau ini sontak menjadi sorotan utama. Di tengah khidmatnya upacara yang dihadiri oleh Gubernur Sulawesi Tenggara, jajaran Forkopimda, serta para tokoh masyarakat, ribuan anak yatim duduk bersama dalam talang-talang makanan yang telah disiapkan.
“Ide dasarnya adalah bagaimana di hari ulang tahun kota ini, kebahagiaan tidak hanya dirasakan oleh para pejabat, tetapi juga oleh seluruh lapisan masyarakat, terutama anak-anak yatim kita,”_ ungkap La Ode Darussalam S.Sos., M.Si., selaku Asisten I Pemerintah Kota Baubau.
Menurutnya, filosofi di balik kegiatan ini adalah untuk menumbuhkan rasa kebersamaan dan memastikan tidak ada yang merasa tertinggal dalam kegembiraan. _“Pak Walikota ingin agar anak-anak yatim turut merasakan kebahagiaan. Ini adalah wujud syukur kita, bahwa di hari yang berbahagia ini, semua ikut bergembira,”_ lanjutnya.
Momen paling menyentuh adalah ketika Gubernur Sulawesi Tenggara bersama Walikota Baubau dan para pejabat lainnya turun langsung untuk menyuapi anak-anak yatim. Hal ini, menurut La Ode Darussalam, memiliki makna mendalam.
“Filosofi menyuapi ini adalah untuk menyadarkan kita semua bahwa anak yatim tidak sendiri. Mereka harus merasa diperhatikan dan bangga karena ada para pemimpin yang peduli. Pesannya jelas: anak yatim harus kuat karena ada kita semua,”_ tegasnya.
Selain tradisi makan bersama anak yatim, perayaan HUT Kota Baubau kali ini juga membawa pesan pelestarian lingkungan. Walikota mengimbau agar para tamu tidak memberikan karangan bunga, melainkan menyumbangkan bibit pohon atau buah. Sebuah langkah inovatif yang disambut baik oleh seluruh kalangan.
Perayaan HUT Kota Baubau tahun ini tidak hanya menjadi sebuah seremoni, tetapi juga sebuah pernyataan sikap: bahwa pembangunan kota harus berjalan seiring dengan pembangunan jiwa dan kepedulian sosial warganya.
