RANAHSULTRA.COM – Aktivis pemuda di Kabupaten Gorontalo Utara menyoroti dugaan penyelewengan dana kebun Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (PKK) di Desa Wapalo, Kecamatan Atinggola. Dana sebesar Rp12.889.000 yang dicairkan pada 31 Maret 2023 hingga kini belum menunjukkan hasil yang dapat dipertanggungjawabkan.
“Kami mencium bau busuk dalam pengelolaan anggaran ini. Sudah lebih dari satu tahun, namun tidak ada lahan, tidak ada tanaman, dan tidak ada laporan pertanggungjawaban,” tegas Faldi, seorang aktivis pemuda sekaligus Ketua Karang Taruna Desa Wapalo, saat dihubungi melalui WhatsApp.
Dana tersebut, yang seharusnya dialokasikan untuk pembelian pupuk, obat-obatan pertanian, bibit, serta pemeliharaan lahan, diduga telah masuk ke rekening pribadi NA selaku Ketua PKK Desa Wapalo. Namun, hingga saat ini, tidak satu pun kegiatan pertanian yang terealisasi.
Lebih lanjut, saat Faldi mengonfirmasi keberadaan program tersebut kepada Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Wapalo, pihak BPD mengaku tidak mengetahui program maupun anggaran kebun PKK tersebut. Hal ini dinilai sebagai bentuk pelanggaran prinsip transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan dana publik.
“Ini jelas merupakan pengkhianatan terhadap amanah rakyat. Dana publik dikelola secara tertutup, dan ini tidak bisa dibiarkan. Harus ada penyelidikan dan pihak yang bertanggung jawab,” ujar Faldi.
Ia pun mendesak Kepala Desa Wapalo untuk segera memberikan klarifikasi dan mempertanggungjawabkan penggunaan anggaran tersebut. Faldi juga mengingatkan agar tidak terjadi persekongkolan antar-lembaga desa yang berpotensi merugikan masyarakat.
Selain itu, ia meminta Inspektorat Daerah, aparat penegak hukum, dan lembaga pengawas keuangan untuk segera turun tangan melakukan audit menyeluruh terhadap penggunaan dana PKK di Desa Wapalo. Jika ditemukan pelanggaran, ia menegaskan bahwa proses hukum harus ditegakkan tanpa pandang bulu.
“Kami akan terus mengawal kasus ini. Jika dibiarkan, praktik seperti ini akan terus merusak sendi-sendi pembangunan desa. Uang negara bukan milik pribadi, terlebih dana yang digunakan atas nama pemberdayaan perempuan,” pungkas mahasiswa Universitas Ichsan Gorontalo itu.
Kasus ini menjadi peringatan serius bagi seluruh pihak agar pengawasan terhadap dana desa, khususnya anggaran pemberdayaan, dapat diperketat guna mencegah penyalahgunaan dan memastikan manfaatnya dirasakan oleh masyarakat luas.