RANAHSULTRA.COM, MUNA – Di tengah gembar-gembor pembangunan infrastruktur yang kerap digaungkan pemerintah, jalan utama di Desa Wale Ale, Kecamatan Tongkuno Selatan, justru seolah luput dari perhatian. Warga setempat sudah terlalu lama bergelut dengan kerusakan jalan yang semakin hari kian parah.
Aspal mengelupas, lubang-lubang besar menganga, kerikil tajam, dan bongkahan batu berserakan menjadi pemandangan sehari-hari di ruas jalan yang menghubungkan beberapa desa vital di kawasan ini. Kondisi ini bukan hanya menghambat aktivitas masyarakat, tetapi juga telah membahayakan keselamatan jiwa.

Ketika hujan turun, lubang-lubang tersebut tertutup genangan air, menjebak pengendara yang tak waspada. Sudah banyak kasus warga terjatuh dari sepeda motor, bahkan sampai harus dilarikan ke puskesmas karena luka serius.
“Kami lewati jalan ini setiap hari, tapi tidak pernah ada perhatian. Kalau bukan karena kebutuhan mendesak, kami lebih memilih tinggal di rumah daripada ambil risiko jatuh atau kecelakaan,” keluh seorang ibu rumah tangga yang enggan disebut namanya.

Suara kelelahan dan kekecewaan itu mewakili perasaan banyak warga yang mulai kehilangan harapan terhadap janji-janji kosong dari pemerintah. Menurut mereka, kondisi jalan yang rusak ini telah berlangsung selama bertahun-tahun.
Setiap musim pemilu, politisi datang membawa janji manis: jalan akan diperbaiki, anggaran sudah disiapkan, masyarakat diminta bersabar. Namun usai pemilu berlalu, janji-janji itu ikut menguap—seperti debu yang beterbangan di atas jalanan rusak tersebut.

Berita terkait
- Sultra: Kaya Tambang, Miskin Jalan
- Jalan Rusak Puluhan Tahun, Warga Matombura: Kami Masih Bagian dari Muna, atau Sudah Dibuang?
- Jalan Rusak Parah, Warga Wapuale Merasa Dianaktirikan
- Kondisi Jalan di Desa Wadolao Semakin Memprihatinkan, Warga Harapkan Perhatian Pemkab Muna
“Ini bukan sekadar soal kenyamanan. Ini soal nyawa,” tegas Idin, seorang pemuda desa yang aktif dalam kegiatan sosial kemasyarakatan.
“Banyak teman saya jatuh waktu hujan karena lubangnya tertutup air. Mau antar orang sakit ke puskesmas saja susah,” tambahnya.

Idin menuturkan, masyarakat sudah beberapa kali melakukan swadaya untuk menutup lubang-lubang jalan dengan tanah atau batu seadanya. Namun solusi darurat itu tak bertahan lama. Begitu hujan datang, jalan kembali rusak parah.
“Sampai kapan kami harus begini? Apa harus ada korban jiwa dulu baru pemerintah mau turun tangan?” tanyanya getir.

Yang membuat warga semakin geram adalah sikap diam pemerintah. Meski laporan demi laporan telah dikirimkan, baik ke pemerintah kecamatan maupun kabupaten, hingga kini belum ada tindak lanjut nyata. Tidak ada alat berat, tidak ada pengerjaan, bahkan tak terlihat papan informasi yang menandakan akan ada proyek perbaikan.
Warga Wale Ale kini berada di persimpangan antara bersabar dan memberontak. Mereka menuntut kehadiran pemerintah—bukan hanya saat kampanye, tapi saat rakyat benar-benar membutuhkan keadilan infrastruktur.
“Kalau pemerintah masih punya hati, datanglah dan lihat langsung kondisi jalan kami. Jangan biarkan warga terus hidup dalam ketakutan dan keterbatasan,” pungkas Idin tegas.